Sholatberjamaah sangat dianjurkan dan memiliki pahala yang lebih besar dibanding shalat sendiri. Adapun hukumnya, sebagian ulama mazhab Hanbali menyatakan hukum shalat berjamaah adalah fardhu 'ain. Namun mayoritas ulama madzhab empat, termasuk mazhab Syafi'i, menilai dalil-dalil tersebut menunjukkan bahwa shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah atau sunnah muakkad.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID GwegulkIwtESDpKST0_p-tBk1lVjlITslj5i10gkhSWiMBE3aasVWg==
BacaJuga: Doa dan Zikir Setelah Shalat Fardhu. Ustaz Farid Nu'man Hasan menegaskan bahwa Imam Al-Bukhari dalam kitab shahih-nya telah menulis Bab Ad-Dua Ba'da Ash-Sholah (Bab Tentang Doa Setelah Sholat). Ini merupakan bantahan bagi yang mengingkari berdoa setelah sholat. Bab ini ditulis Imam Al-Bukhari jauh sebelum Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul
dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor 116064 bahwa sunnah hukumnya untuk memisah antara dua shalat sunnah dan fardhu dengan ucapan atau dengan berpindah tempat. Sebagian ulama telah menyebutkan hikmahnya bahwa hal itu agar seorang muslim memperbanyak tempat sujudnya, maka kelak akan menjadi saksi pada hari kiamat. Yang disebutkan di dalam sunnah adalah jika seseorang ingin mendirikan shalat sunnah setelah shalat fardhu maka dia berpindah tempat, tidak disebutkan di dalam sunnah –sesuai dengan yang kami ketahui- untuk berpindah tempat di antara dua shalat sunnah. Jika seseorang ingin berpindah tempat dari keduanya, seperti seseorang yang ingin mendirikan shalat sunnah dua kali empat raka’at untuk memperbanyak tempat sujudnya maka tidak apa-apa. Syeikah Ibnu Baaz –rahimahullah- berkata pada saat menjelaskan tentang shalat sunnah empat raka’at sebelum Dzuhur “Yang lebih utama adalah melaksanakannya dengan dua kali salam dua kali salam, berdasarkan hadits yang shahih صلاة الليل والنهار مثنى مثنى “Shalat malam dan siang itu dua-dua”. Adapun masalah maju, mundur atau pindah ke samping kanan atau kiri, maka hal itu ada beberapa hadits dha’if yang menyebutkannya. Saya tidak mengetahui dalam masalah ini yang menunjukkan adanya anjuran sunnah. Sebagian ulama berkata “Agar tempat sujud tersebut menjadi saksi dalam hal ibadah”, akan tetapi saya tidak mengetahui bahwa hal itu ada riwayatnya dari Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-. Jika seseorang mendirikan shalat sunnah rawatib di satu tempat maka tidak apa-apa. Saya tidak mengetahui dalil yang menyatakan bahwa berpindah tempat untuk dua raka’at yang terakhir adalah sunnah, tidak untuk berpindah ke sisi kanan, kiri atau belakang. Jika dia melakukannya maka tidak apa-apa”. Fatawa Nuur Alad Darb 10/296 Wallahu A’lam.
Panduan bersuci dengan wudhu - Hadits tentang pahala mengerjakaan sholat dan - dosa meninggalkan sholat - paanduan mandi wajib - pembaahasan kesalahan dalam sholat - Bahtsul fiqih sholat (tanya jawab) failitas dalam aplikasi Panduan Sholat Fardhu + Sunnah ini adalah sebagai berikut ; +. aplikasi ini berbasis OFFLINE, dapat anda jalankan tanpa

Pertanyaan Assalamu alaikum wr. wb. Terkait link, https yang salah satunya konon adalah berbeda iftitah antara shalat fardu dan shalat sunah Nabi saw. Bagaimana kami orang awam menyikapinya? Mohon saran dan petunjuk ulama di Majelis Tarjih. Syukran. Wassalamu alaikum wr. wb. Fahmi Majdi, Masjid Nurul Yaqin, Bekasi disidangkan pada Jumat, 18 Muharram 1440 H / 28 September 2018 M Jawaban Wa alaikumus-salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaan Saudara. Tautan video youtube tersebut isinya adalah kajian tentang ragam doa iftitah dalam shalat dan kapan digunakannya, yaitu doa allahumma baid untuk shalat fardhu dan wajjahtu untuk shalat lail. Adapun doa iftitah yang menggunakan tambahan kata innii wajjahtu tidak ditemukan hadisnya. Hadis yang dipaparkan dalam video tersebut adalah, حَدَّثَنَا أَبُوْ هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ الرَسُوْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَسْكُتُ بَيْنَ التَّكْبِيْرِ وَبَيْنَ الْقِرَاءَةِ إِسْكَاتَةً – قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ هُنَيَّةً – فَقُلْتُ بِأَبِيْ وَأُمِيْ يَارَسُوْلَ اللهِ إِسْكَاتُكَ بَيْنَ التَّكْبِيْرِ وَالْقِرَاءَةِ مَاتَقُوْلُ قَالَ أَقُوْلُ اللَّهُمَ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ [رواه البخاري 711]. عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ قَالَ وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ. أَنْتَ رَبِّى وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِى فَاغْفِرْ لِى ذُنُوبِى جَمِيعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ وَاهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ [رواه مسلم 1848]. Hal serupa telah sering ditanyakan oleh warga Muhammadiyah, dan kami akan mencoba mengulas kembali jawaban yang telah dipaparkan dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 1 halaman 52-53 cetakan ke-9 dan telah pula dimuat dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid III tentang Tuntunan Shalat halaman 539-544. Sebagaimana telah diketahui terdapat variasi bacaan iftitah dalam shalat berdasarkan hadis-hadis sebagai berikut, حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْكُتُ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَبَيْنَ الْقِرَاءَةِ إِسْكَاتَةً قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ هُنَيَّةً فَقُلْتُ بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللهِ إِسْكَاتُكَ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ مَا تَقُولُ قَالَ أَقُولُ اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ [رواه البخاري744, أبو داود 781, أبو خوزيمة 1630, مسلم 1354]. Abu Hurairah telah menceritakan kepada kami, diriwayatkan ia berkata, bahwa Rasulullah saw diam sebentar di antara takbir dan bacaan ayat dengan benar-benar diam, maka saya bertanya kepada Rasulullah lalu saya berkata, demi bapak dan ibuku wahai Rasulullah, diammu di antara takbir dan bacaan ayat, apa yang kamu baca? Rasulullah saw menjawab, Aku membaca, allahumma baaid bainii wa baina khathaayaaya kamaa baaadta bainal-masyriqi wal-maghrib, allahumma naqqinii minal-khathaayaa kamaa yunaqqats-tsaubul-abyadlu minad-danas, allahummaghsil-khathaayaaya bil-maa’i wats-tsalji wal-barad [HR. al-Bukhari 744, Abu Dawud 781, Abu Khuzaimah 1630, Muslim 1354]. عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ [رواه المسلم 1290]. Dari Ali bin Abi Thalib diriwayatkan dari Rasulullah saw, biasanya apabila Rasulullah saw shalat, beliau membaca doa iftitah sebagai berikut, wajjahtu wajhiya lil-ladzii fatharas-samaawaati wal-ardla haniifan wa maa ana minal-musyrikiin, inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lil-laahi rabbil-aalamiin laa syariika lahu wa bi dzaalika umirtu wa ana minal-muslimiin, allahumma antal-maliku laa ilaaha illaa anta, anta rabbii wa anaa abduka zhalamtu nafsii wataraftu bi dzanbii faghfirlii dzunuubii jamiian, innahuu laa yaghfirudz-dzunuuba illaa anta wahdinii liahsanil-akhlaaqi laa yahdii liahsanihaa illaa anta washrif annii sayyi’ahaa laa yashrifu annii sayyi’ahaa illaa anta labbaika wa sadaika wal-khairu kulluhu fii yadaik wasy-syarru laisa ilaika ana bika wa ilaika tabaarakta wa taaalaita astaghfiruka wa atuubu ilaik[HR. Muslim 1290]. Halaman selanjutnya... sumber Suara Muhammadiyah

Danmenurut madzhab Syafi'i makruh hukumnya shalat sunnah tanpa sebab. Kecuali jika sengaja shalat ketika sedang terbit atau saat terbenam, maka haram. Dan menurut madzhab Maliki haram hukumnya shalat sunnah pada waktu itu meskipun ada sebab. Tetapi diperbolehkan shalat fardhu baik qadha maupun ada' pada saat terbit atau terbenam matahari.
Fatwa Asuhan Syaikh Abdullah Al FaqihSoal Mengenai menyambung shalat sunnah setelah shalat fardhu, apakah perlu memisahkan antara keduanya dalam waktu yang lama, atau apakah boleh shalat sebelumnya qabliyah atau setelahnya ba’diyah secara langsung? Jazaakumullahu Dianjurkan bagi orang yang shalat untuk memisahkan antara shalat fardhu dan shalat sunnah dengan perkataan baik dengan ngobrol maupun dzikir –pent, atau dengan berpindah ke tempat lain. Dan berpindah tempat, yang paling baik ialah berpindah ke rumah untuk shalat sunnah, bila shalatnya ba’diyah. Atau shalat dulu di rumah, kemudian berangkat ke masjid untuk shalat fardhu bila shalatnya qabliyah. Karena shalat yang paling utama bagi seorang laki-laki ialah di rumahnya, kecuali shalat fardhu. Sebagaimana shahih dari hadtis Umar bin Atha’ ibn Abi Al Khuwwar, bahwa Nafi’ ibn Jubair pernah mengutusnya untuk bertanya kepada As Sa’ib ibn Ukhti Namr, tentang sesuatu yang pernah dilihat Muawiyah ketika ia shalat. Beliau berkata,فَقَالَ نَعَمْ. صَلّيْتُ مَعَهُ الْجُمُعَةَ فِي الْمَقْصُورَةِ. فَلمّا سَلّمَ الاْمَامُ قُمْتُ فِي مَقَامِي. فَصَلّيْتُ. فَلَمّا دَخَلَ أَرْسَلَ إِلَيّ فَقَالَ لاَ تَعُدْ لِمَا فَعَلْتَ. إِذَا صَلّيْتَ الْجُمُعَةَ فَلاَ تَصِلْهَا بِصَلاَةٍ حَتّىَ تَكَلّمَ أَوْ تَخْرُجَ. فَإِنّ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَنَا بِذَلِكَ. أَنْ لاَ تُوصَلَ صَلاَةٌ بِصَلاَةٍ حَتّىَ نَتَكَلّمَ أَوْ نَخْرُجَ“Iya. Aku pernah shalat Jumat bersamanya di Al Maqshurah sebuah benteng yang besar. Ketika imam salam aku pun berdiri dari tempatku, lalu shalat. Maka ketika aku masuk dan menemuinya, Muawiyah berkata, “Jangan kau ulangi lagi perbuatanmu. Bila engkau shalat Jumat janganlah shalat sunnah hingga engkau berbicara atau telah keluar dari masjid. Karena sesungguhnya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam memerintahkan kami hal tersebut, yaitu agar tidak menyambung shalat fardhu dengan shalat sunnah hingga berbicara atau keluar“.Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil ulama madzhab kami yaitu Syafi’iyah bahwasanya shalat sunnah rawatib atau selainnya dianjurkan untuk dikerjakan dengan berpindah tempat dari tempat shalat fardhu, dan tempat paling afdhal ialah rumah, kemudian tempat lain di masjid atau selainnya untuk memperbanyak tempat sujudnya. Hal ini dalam rangka memisahkan shalat sunnah dengan shalat fardhu. Dan perkataan, hingga engkau berbicara..’ adalah dalil bahwa pemisah diantara keduanya bisa dengan berbicara, akan tetapi yang lebih afdhal ialah berpindah tempat sebagaimana telah kami sebutkan. Wallahu a’lam.” –selesai nukilan dari Imam dari Abu Dawud dan Ibn Majah dengan lafadz dari Abu Hurairah dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau berkata,أيعجز أحدكم إذا صلى أن يتقدم أو يتأخر أو عن يمينه أو عن شماله“Tidak mampukah salah seorang diantara kalian bila selesai shalat ia berpindah ke depan, belakang, kanan, atau kirinya”. Yaitu shalat sunnah ba’diyah atau qabliyah.Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah berkata, “Termasuk diantara sunnah ialah memisahkan antara shalat fardhu dan shalat sunnah ketika shalat Jumat atau selainnya. Sebagaimana terdapat dalam hadits shahih bahwasanya Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam melarang menyambung shalat dengan shalat lain hingga terpisah diantara keduanya dengan berdiri maupun berbicara. Maka janganlah mengerjakan apa yang dikerjakan oleh banyak orang yang menyambung salam dengan dua rakaat sunnah. Karena sesungguhnya hal tersebut melanggar larangan Nabi shallallaahu alaihi wa sallam. Terdapat hikmah dalam sunnah ini yaitu adanya pembeda antara shalat fardhu dan selain yang fardhu, sebagaimana dibedakan pula antara ibadah dengan selain ibadah. Misalnya dalam anjuran menyegerakan berbuka puasa, dan mengakhirkan sahur, anjuran makan di hari Idul Fitri sebelum shalat Ied, kemudian juga larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan dalam rangka berhati-hati, ikhtiyath –pent, semua ini adalah dalam rangka membedakan antara apa yang diperintahkan dalam syariat puasa dan selainnya, dan pembeda antara ibadah dengan selainnya. Seperti itu pulalah dibedakan antara shalat Jumat yang Allah wajibkan dengan selainnya” –selesai nukilan dari Ibn illat-nya sebab pensyariatan ialah sebagai pembeda antara yang fardhu dengan yang sunnah, atau pembeda antara ibadah dengan selain ibadah. Illat yang lain dalam anjuran memisahkan antara shalat sunnah dengan fardhu, atau antara shalat fardhu dengan shalat fardhu lain, shalat sunnah dengan shalat sunnah lain, ialah agar memperbanyak tempat sujud. Karena tempat-tempat tersebut kelak akan menjadi saksi di hari kiamat, sebagaimana telah berlalu penjelasan dari Imam Ramli berkata dalam Nihayatul Muhtaj, “Dan disunnahkan untuk berpindah tempat untuk shalat sunnah atau fardhu dari tempat asal shalat fardhu atau shalat sunnah ke tempat lain, dalam rangka memperbanyak tempat sujud karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat, dan juga dalam rangka menghidupkan suatu tempat untuk ibadah, dan apabila ia tidak berpindah tempat hendaklah memisahkannya dengan berbicara”.Majduddin Abul Barakaat ibn Taimiyyah dalam Muntaqa Al Akhbar berkata, “Bab Dianjurkannya Shalat Tathawwu’ di Tempat Selain Shalat Wajib” Kemudian beliau membawakan hadits berikut –pent Dari Al Mughirah ibn Syu’bah beliau berkata, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam berkata,لا يصلي الإمام في مقامه الذي صلى فيه المكتوبة حتى يتنحى عنه“Janganlah seorang imam shalat di tempat ia shalat wajib hingga ia berpindah tempat” HR Ibn Majah dan Abu Dawud.Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau bersabda,أيعجز أحدكم إذا صلى أن يتقدم أو يتأخر أو عن يمينه أو عن شماله“Tidak mampukah salah seorang diantara kalian apabila hendak shalat sunnah, berpindah ke depan, belakang, kanan, atau kirinya” HR Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah.Asy Syaukani dalam Nailul Authar Syarh Muntaqa Al Akhbar berkata, “Kedua hadits ini dalil disyariatkannya berpindah tempat untuk shalat sunnah, dari tempat dikerjakannya shalat fardhu. Hal ini berlaku bagi imam berdasarkan nash hadits pertama dan keumuman hadits kedua, berlaku juga bagi yang shalat sendirian berdasarkan keumuman hadits kedua dan diqiyaskan dengan imam. Adapun illat hal ini adalah untuk memperbanyak tempat ibadah sebagaimana disebutkan oleh Al Bukhari dan Al Baghawi, karena tempat sujud kelak menjadi saksi di hari kiamat. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya” QS Az Zalzalah 4.Yaitu akan dikabarkan berbagai amal yang dikerjakan di atasnya, dan disebutkan pula dalam tafsir firman Allah Ta’ala,فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالْأَرْض“Maka langit dan bumi pun tidak menangisi mereka” QS Ad Dukhan 29.Yaitu tafsirnya ialah Sesungguhnya seorang mukmin apabila meninggal, tempat shalatnya di bumi akan menangis dan amalnya akan terangkat ke langit. Inilah illat yang juga menjadi konsekuensi atas disyariatkannya berpindah dari tempat shalat fardhu ke shalat nafilah sunnah. Begitu pula berpindah tempat dalam tiap shalat yang dimulai shalat sunnah sebelumnya. Apabila tidak berpindah maka dianjurkan untuk memisah dengan perkataan, berdasarkan hadits larangan untuk menyambung shalat dengan shalat lain hingga berbicara atau keluar dari tempat tersebut yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Dawud –selesai nukilan dari Nailul ulama berpendapat bahwa hukum berpindah tempat adalah terlarang, karena dhaif-nya hadits yang menjadi dalil hal tersebut. Al Imam Al Bukhari berkata dalam Shahih-nya, “Bab Tetapnya Imam di Tempat Shalatnya Setelah Salam” lalu beliau membawakan hadits, “Adam berkata kepada kami, menceritakan kepada kami Syu’bah dari Ayub dari Nafi’ ia berkata,كان ابن عمر يصلي في مكانه الذي صلى فيه الفريضة وفعله القاسم“Adalah Ibn Umar shalat sunnah di tempat ia shalat fardhu, dan Al Qasim mengerjakan seperti itu” dan disebutkan dari Abu Hurairah secara marfu’,لا يتطوع الإمام في مكانه، ولم يصح“Janganlah seorang imam mengerjakan shalat tathawwu’ di tempatnya shalat fardhu” namun atsar ini tidaklah shahih –selesai nukilan dari Imam dari Ibn Abi Syaibah dari Abdullah ibn Umar beliau berkata,رأيت القاسم وسالماً -تابعيان- يصلينان الفريضة ثم يتطوعان في مكانهما“Aku melihat Al Qasim cucu dari Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu anhu dan Salman –keduanya tabiin, mereka shalat fardhu kemudian shalat sunnah di tempat yang sama”.Adapun pendapat pertama ialah yang rajih, berdasarkan kuatnya dalil-dalilnya sebagaimana yang telah kami teliti. Wallahu a’lam.—Sumber Penerjemah Yhouga Pratama AriestaArtikel
Shalat'Ied hukumnya sunnah. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) Ulama. Fardhu Kifayah, artinya (yang penting) dilihat dari segi adanya shalat itu sendiri, bukan dilihat dari segi pelakunya. Atau (dengan bahasa lain, yang penting) dilihat dari segi adanya sekelompok pelaku, bukan seluruh pelaku. Maka jika ada sekelompok orang yang Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-UtsaiminPertanyaanFadhilatus syaikh, apakah terdapat perbedaan antara salat wajib dan salat sunah?JawabanIya, terdapat perbedaan antara salat wajib dan salat sunah. Di antara perbedaan yang paling jelas adalah bahwa salat sunah itu sah dikerjakan di atas kendaraan, meskipun tidak terdapat kondisi darurat. Jika seseorang sedang safar, dan ingin mendirikan salat sunah di atas kendaraannya, baik kendaraan tersebut berupa mobil, pesawat terbang, atau unta, atau selain itu, maka dia boleh mendirikan salat di atas kendaraannya menghadap ke arah mana saja kendaraannya menghadap. Dia memberi isyarat untuk rukuk dan sujud. Hal ini karena terdapat riwayat keterangan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau melakukan hal tersebut HR. Bukhari no. 1000 dan Muslim no. 700Di antara perbedaan antara salat wajib dan salat sunah adalah jika seseorang memulai salat wajib, maka tidak boleh haram baginya membatalkan salat wajib tersebut, kecuali karena kondisi darurat yang nyata. Adapun salat sunah, maka boleh untuk dibatalkan ketika ada suatu maksud tujuan yang sahih. Adapun jika tidak ada suatu maksud tujuan tertentu, maka tidak masalah tidak berdosa jika dibatalkan. Meskipun demikian, hal itu hukumnya makruh sebagaimana dijelaskan oleh para lainnya, bahwa salat wajib itu berdosa jika ditinggalkan, berbeda dengan salat lainnya, salat wajib itu disyariatkan dilaksanakan secara berjemaah, sedangkan salat sunah tidak, kecuali salat sunah tertentu saja, seperti salat istisqa’ dan salat kusuf menurut pendapat yang menyatakan hukumnya sunah. Tidak masalah jika seseorang terkadang mendirikan salat sunah secara berjemaah, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam bersama sebagian sahabatnya di sebagian salat malam. Terkadang beliau salat sunah bersama Ibnu Abbas, terkadang dengan Hudzaifah, dan terkadang dengan Ibnu Mas’ud radhiyallahu di bulan Ramadan, terdapat keterangan bahwa beliau berjemaah dengan para sahabat selama tiga hari kemudian meninggalkannya karena khawatir akan diwajibkan kepada umat beliau. HR. Bukhari no. 2012 dan Muslim no. 761 Hal ini menunjukkan bahwa salat jemaah dalam salat tarawih itu hukumnya sunah, karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukannya. Akan tetapi, beliau kemudian meninggalkan salat tarawih berjemaah tersebut karena khawatir akan diwajibkan kepada umat beliau. Kekhawatiran itu tentu saja hilang setelah wafatnya beliau shallallahu alaihi JugaHukum Mengqodo Shalat Sunah RawatibShalat adalah Kebutuhan Kita***Rumah Kasongan, 26 Rabiul awal 1444/ 22 Oktober 2022Penerjemah M. Saifudin HakimArtikel kaki[1] Diterjemahkan dari kitab Fiqhul Ibadaat, hal. 199-200, pertanyaan no. 110. Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta 2003-2005. Pendidikan Dokter FK UGM 2003-2009. S2 MSc dan S3 PhD Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi 2011-2013 dan 2014-2018.
Tanya. PISS-KTB; Konsultasi Fiqih; Melalui SMS; Live . PP. Sunni Salafiyah Pasuruan dan aib yang terhina, adalah mengabaikan shalat, melalaikan fardu Jumat dan jamaah. Bagaimana tidak, shalat adalah fasilitas yang dimediasi Allah SWT untuk mengangkat harkat manusia, meleburkan dosa-dosa mereka, dan mengunggulkan manusia atas makhluk
Assalamu alaikum Ustad, Alhamdulillah semoga kita semua umat muslim selalu ada dalam limpahan Ridho Allah SWT Langsung aja pa Ustad, Saya mau tanya soal bacaan-bacaan solat yang sesuai sunnah mulai dari bacaan Iftitah sampai Tahiyat Akhir yang sesuai dengan Sunnah Nabi SAW. Satu lagi Ustad apakah do’a setelah solat Tahajjud ada yang disunnahkan atau bisa berdo’a biasa saja? kalau ada tolong disertakan atas jawabanya saya ucapkan terima kasih. Wassalam. Jawaban Waalaikumussalam Wr Wb Saudara Rian yang dimuliakan Allah swt Untuk menjawab pertanyaan anda, saya mencoba mengurutkannya sesuai dengan rukun-rukun shalat—menurut jumhur ulama—sekaligus saya sisipkan beberapa sunnah-sunnah dan bacaan-bacaannya sesuai dengan hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sebagai berikut 1. Niat Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khattab dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya ia akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya.” 2. Takbirotul Ihram Disunnahkan pada saat takbirotul ihram agar mengangkat kedua tangan sejajar pundak atau sejajar kedua telinga sambil mengucapkan اللَّهُ أَكْبَرُ ALLAHU AKBAR. Setelah itu disunnahkan baginya membaca doa istiftah. Ada beberapa macam doa-doa istiftah ini didalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, diantaranya اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah dia berkata; Apabila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertakbir ketika shalat, maka beliau diam sejenak sebelum membaca Al Fatihah, lalu aku bertanya; “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, apa yang engkau baca saat engkau diam antara takbir dan membaca Al Fatihah?” beliau menjawab “ALLAAHUMMA BAA’ID BAINII WABAINA KHATHAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIB, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHOTHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANASI, ALLAAHUMMAGH SIL NII MIN KHATHAAYAAYA BITSTSALJI WALMAA’I WALBARAD Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat, Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran, Ya Allah, cucilah aku dari kesalahanku dengan es, air dan embun.” 3. Berdiri bagi yang mampu Imam Bukhari meriwayatkan dari Imran bin Hushain berkata “Suatu kali aku menderita sakit wasir lalu aku tanyakan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang cara shalat. Maka Beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab “Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak sanggup lakukanlah dengan duduk dan bila tidak sanggup juga lakukanlah dengan berbaring pada salah satu sisi badan”. 4. Membaca Al Fatihah Diriwayatkan Oleh Imam Bukhari dari Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab Al Fatihah.” Disunnahkan setelah itu membaca surat sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah dari Rasululah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,” Jika kalian tidak tambah selain Al Fatihah, maka itu sudah cukup. Namun bila kalian tambah setelahnya itu lebih baik.” 5. Ruku’ Diwajibkan mengucapkan tasbih disaat ruku’ sebanyak satu kali dan disunnahkan tiga kali. Ada beberapa macam tasbih ruku’ didalam sunnah-sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, diantaranya ucapan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Hudzaifah, bahwa dia pernah shalat bersama Nabi shalallahu alaihi wa sallam dan ketika ruku’ beliau membaca “SUBHAANA RABBIYAL AZHIIM Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung.” 6. I’tidal Bangun dari Ruku Disunnahkan tatkala bangun dari ruku mengucapkan tasmi’ dan ketika berdiri tegak membaca tahmid. Ucapan tasmi adalah سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah Setelah itu mengucapkan Allahu Akbar, kemudian ruku’ sampai tenang semua persendiannya, lalu mengucapkan ” SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH ” sampai berdiri lurus Sedangkan bacaan tahmid adalah رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah berkata, “Jika Nabi shallallahu alaihi wasallam membaca SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH Semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya , maka beliau melanjutkan dengan RABBANAA WA LAKAL HAMDU Wahai Rabb kami, bagi-Mu lah segala pujian . Jika Nabi shallallahu alaihi wasallam rukuk dan mengangkat kepalanya dari sujud, beliau bertakbir, dan jika bangkit dari dua sujud dua rakaat, beliau mengucapkan Allahu Akbar’.” Setelah membaca tahmid, disunnahkan untuk membaca dzikir مِلْءُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا بَيْنَهُمَا وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ Sebagaimana disebutkan didalam riwayat Abu Daud dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam apabila i’tidal maka beliau mengucapkan; “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANAA WALAKAL HAMDU MIL`US SAMAAWAATI WAL ARDLI WA MIL`U MAA BAINAHUMAA WAMIL`U MAA SYI`TA MIN SYAI`IN BA’DU Maha Mendengar Allah terhadap siapa saja yang memuji-Nya, Wahai Rabb kami, hanya bagi Engkau jua segala pujian, sepenuh langit, bumi, dan sepenuh isi langit dan bumi dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu.” 7. Sujud Diwajibkan mengucapkan tasbih disaat sujud sebanyak satu kali dan disunnahkan tiga kali. Ada beberapa macam tasbih sujud didalam sunnah-sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, diantaranya ucapan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى Diriwayatkan oleh Muslim dari Hudzaifah, bahwa ia pernah shalat bersama Nabi shalallahu alaihi wa sallam dan ketika sujud beliau membaca “SUBHAANA RABBIYAL A’LAA Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi.” 8. Duduk di Antara Dua Sujud Terdapat beberapa macam bacaan disaat duduk diantara dua sujud yang disebutkan didalam sunnah-sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa wallam, diantaranya رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي Diriwayatkan Imam an Nasai dari Hudzaifah bahwa ia pernah shalat bersama Nabi ketika berada diantara dua sujud beliau membaca, ” ROBBIGHFIRLI, ROBBIGHFIRLI Wahai Rabbku ampunilah aku, wahai Rabbku ampunilah aku.” Atau bisa juga ia membaca اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَعَافِنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي Diriwayatkan Abu Daud dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengucapkan diantara dua sujudnya “ALLAHUMMA GHFIR LI WARHAMNI WA’AFINI WAHDINI WARZUQNI” ya Allah anugerahkanlah untukku ampunan, rahmat, kesejahteraan, petunjuk dan rizki.” Dan di rakaat kedua pada shalat yang empat atau tiga rakaat disunnahkan untuk duduk tasyahud awal dengan membaca bacaan tasyahud dan shalawat atas Nabi, diantara bacaan tasyahud yang disunnahkan adalah التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ Kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud berkata; “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengajariku tasyahud -sambil menghamparkan kedua telapak tangannya- sebagaimana beliau mengajariku surat Al Qur’an, yaitu “’ATTAHIYYAATU LILLAHI WASHSHALAWAATU WATHTHAYYIBAAT. ASSALAAMU ALAIKA AYYUHANNABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH. ASSALAAMU ALAINAA WA ALAA IBAADILLAHISH SHAALIHIIN ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WA RASULUHU.’ Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya. Dan juga semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih Aku bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’ Yaitu ketika beliau masih hidup bersama kami, namun ketika beliau telah meninggal, kami mengucapkan; “Assalaamu maksudnya atas Nabi shallallahu alaihi wasallam.” 9. Duduk Pada Tasyahud Akhir 10. Tasyahud Akhir 11. Shalawat Atas Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam Setelah Tasyahud Akhir Bacaan pada tasyahud akhir seperti pada tasyahud awal namun ditambah setelah itu dengan bershalawat atas Nabi atau dengan Shalawat Ibrahimiyah yang berbunyi اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdur Rahman bi Abi Laila berkata Ka’ab bin Ujrah menemui aku lalu berkata; “Maukah kamu aku hadiahkan suatu hadiah yang aku mendengarnya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam”. Aku jawab; “Ya, hadiahkanlah aku”. Lalu dia berkata; “Kami pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam; “Wahai Rasulullah, bagaimana caranya kami bershalawat kepada tuan-tuan kalangan Ahlul Bait sementara Allah telah mengajarkan kami bagaimana cara menyampaikan salam kepada kalian?”. Maka Beliau bersabda “Ucapkanlah; “ALLAHUMMA SHOLLI ALAA MUHAMMADIN WA ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHOLLAITA ALLA IBRAHIM WA ALAA AALI IBRAHIM INNAKA HAMIDUN MAJID. ALLAHUMAA BAARIK ALAA MUHAMMADIN WA ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA ALAA IBRAHIM WA ALAA AALI IBRAHIM INAAKA HAMIDUN MAJID” Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahiim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia “. Ada juga riwayat Ibnu Hibban yang dishahihkan oleh al Albani berbunyi ALLOOHUMMA SHOLLI ALAA MUHAMMAD, WA’ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHOLLAITA ALAA IBROOHIIMA WA’ALAA AALI IBROOHIIMA WABAARIK ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA ALAA IBROOHIIMA WA’ALAA AALI IBROOHIIMA FIL’AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIID Disunnahkan setelah bershalawat atas Nabi pada tasyahud kedua untuk berdoa اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ Diriwayatakan oleh Imam Muslim dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata; “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda ” Jika salah seorang diantara kalian tasyahud, hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari empat perkara dan berdoa “ALLAHUMMA INNI A’UUDZUBIKA MIN ADZAABI JAHANNAMA WAMIN ADZAABIL QABRI WAMIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WAMIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAL Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam dan siksa kubur, dan fitnah kehidupan dan kematian, serta keburukan fitnah Masihid Dajjal.” 12. Salam Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam beliau menutup shalat dengan salam. Ucapan salam yang biasa dilakukan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ketika menutup shalatnya adalah السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Alqamah bin Wa`il dari ayahnya dia berkata; “Aku shalat di belakang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau memberi salam ke arah kanan dengan mengucapkan “ASSLAMU’ALAIKUM WA ROHMATULLAHI WA BARAOKAATUHU Semoga keselamatan, rahmat dan berkah Allah tetap atas kalian, ” dan kearah kiri dengan mengucapkan “Assalamu alaikum warahmatullah Semoga keselamatan dan rahmat Allah tetap atas kalian.” 13. Thuma’ninah 14. Tertib Rukun-rukunnya Doa Setelah Shalat Tahajjud Dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang dibaca didalam shalat tahajjud tidaklah berbeda dengan dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang telah saya sebutkan diatas dalam setiap gerakannya. Hanya saja Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ketika hendak melaksanakan shalat tahajjud berdoa dengan mengucapkan اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَوْ لَا إِلَهَ غَيْرُكَ Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari Ibnu Abbas berkata; Nabi shallallahu alaihi wa sallam bila berdiri melaksanakan shalat malam, Beliau membaca doa istiftah “ALLAHUMMA LAKAL HAMDU. ANTA QOYYUMUS SAMAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINNA. WA LAKAL HAMDU LAKAL MULKUS SAMAAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINNA. WA LAKAL HAMDU ANTA NUURS SAMAAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINNA. WA LAKAL HAMDU ANTA MALIKUS SAMAAWAATI WAL ARDHI. WA LAKAL HAMDU ANTAL HAQQ WA WA’DUKAL HAQQ WA LIQO-UKAL HAQQ WA QOULUKAL HAQQ WAL JANNATU HAQQ WAN NAARU HAQQ WAN NABIYYUUNA HAQQ WA MUHAMMADUN SHALALLAHU ALAIHI WA SALLAM HAQQ WAS SAA’ATU HAQQ. ALLAHUMMA LAKA ASLAMTU WA BIKA AAMANTU WA ALAIKA TAWAKKALTU WA ILAIKA ANABTU WA BIKA KHASHAMTU WA ILAIKA HAAKAMTU, FAGHFIRLII MAA QODDAMTU WA MAA AKHARTU WA MAA ASRORTU WA MAA A’LANTU ANTAL MUQOODIM WA ANTAL MU’AKHIRU LAA ILAAHA ILLAA ANTA AW “LAA ILAAHA GHOIRUKA” “Ya Allah bagiMulah segala pujian. Engkaulah Yang Maha Memelihara langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya. Dan bagiMulah segala pujian, milikMu kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada pada keduanya. Dan bagiMu segala pujian, Engkau cahaya langit dan bumi dan apa yang ada pada keduanya. Dan bagiMu segala pujian, Engkaulah raja di langit dan di bumi serta apa yang ada pada keduanya. Dan bagiMulah segala puian, Engkaulah Al Haq Yang Maha Benar, dan janjiMu haq benar adanya, dan perjumpaan dengaMu adalah benar, firmanMu benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, dan para nabiMu benar, Muhammad shallallahu alaihi wasallam benar dan hari qiyamat benar. Ya Allah, kepadaMulah aku berserah diri, kepadaMulah aku beriman, kepadaMu lah aku bertawakal, kepadaMulah aku bertaubat kembali, karena hujah yang Kau berikan kepadaku aku memusuhi siapapun yang menentang syareat-Mu dan kepadaMu aku berhukum. Ampunilah aku dari dosa yang lalu maupun yang akan datang, yang aku sembunyikan atau yang aku tampakkan. Engkaulah yang Awal dan yang Akhir dan tidak ada ilah yang berhaq disembah selain Engkau atau tidak ada ilah selainMu” Adapun setelah tahajjud maka tidak ada doa secara khusus. Dibolehkan membaca setiap doa terutama doa-doa yang berasal dari Al Qur’an dan Sunnah. Wallahu A’lam Ustadz Sigit Pranowo Bila ingin memiliki karya beliau dari kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab, silahkan kunjungi link ini Resensi Buku Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan… 66QI1O.
  • 40d36gqyqj.pages.dev/124
  • 40d36gqyqj.pages.dev/464
  • 40d36gqyqj.pages.dev/132
  • 40d36gqyqj.pages.dev/116
  • 40d36gqyqj.pages.dev/94
  • 40d36gqyqj.pages.dev/466
  • 40d36gqyqj.pages.dev/447
  • 40d36gqyqj.pages.dev/237
  • pertanyaan tentang shalat sunnah dan fardhu